Advertisement
NASIONAL.TOP, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Kesatuan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah (PB KMTI) Muhammad Hidayatullah menghadiri Tasyakur Milad Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-48 di Gedung Sasana Kriya, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang juga dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma'ruf Amin, beberapa pejabat tinggi negara dan sejumlah duta besar negara sahabat pada Rabu (26/7/2023) malam.
Sebelumnya, Muhammad Hidayatullah pada pagi harinya juga menghadiri kegiatan Kongres Budaya Umat Islam Indonesia yang diselenggarakan oleh Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI di lokasi yang sama dan dibuka secara langsung oleh Wakil Ketua Umum MUI sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Buya Basri Bermanda.
Dalam Kongres Budaya Umat Islam Indonesia tersebut, Ketum PB KMTI Buya Muhammad Hidayatullah juga sempat menyampaikan gagasannya di hadapan anggota komisi C kongres tersebut yang membahas terkait pendidikan dan pengembangan budaya Islam di Indonesia.
Buya Hidayatullah saat itu menyampaikan bahwa untuk mempertahankan tradisi, adat dan budaya lokal Indonesia salah satunya bisa dilakukan dengan kembali merujuk kepada manuskrip, literatur dan kitab-kitab peninggalan ulama terdahulu secara konkret.
Hari ini banyak generasi muda kita yang mempertentangkan antara Islam dan budaya. Padahal pemikiran seperti itu sejatinya adalah buah daripada politik kolonial yang membenturkan keduanya.
Para ulama dan soko guru umat Islam Indonesia terdahulu merupakan pelopor pelestarian budaya dan jatidiri bangsa Indonesia yang luhur, bersopan santun, bergotong royong, saling guyup dan memiliki budaya malu yang saat ini sudah agak berkurang.
Pendiri PERTI, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli (Inyiak Canduang) termasuk ulama dan guru besar bangsa yang tidak suka membenturkan antara Islam dan budaya lokal Indonesia. Malah beliau berupaya mencari titik temu antara keduanya yang dalam proses tersebut menghasilkan asimilasi. Sebagaimana adagium Minang berbunyi 'adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah'. Begitupun kata orang Aceh 'adat ngon hukom lage zat ngon sifeut' (adat budaya dan hukum Islam layaknya zat dan sifat) sehingga bukan hanya tidak harus dibenturkan tapi juga tidak dapat dipisahkan.
Dari sekitar 22 kitab yang ditulis oleh Inyiak Canduang ada beberapa kitab yang banyak membahas perpaduan antara kedua hal tersebut diantaranya kitab Pertalian Adat dan Syara', kitab Asal Pangkat Penghulu dan Pendiriannya juga kitab Pedoman Hidup di Alam Minangkabau (Nasihat Siti Budiman) menurut Garisan Adat dan Syara’.
Narasi yang menggambarkan budaya Islam Indonesia seperti gagasan Inyiak Canduang terkait pemahaman adat sebagai tubuh dan syara’ sebagai jiwa itulah yang harus sering disosialisasikan oleh MUI melalui berbagai platform kontemporer. MUI perlu berupaya mengembangkan seni budaya dan adat istiadat Indonesia sekreatif mungkin sehingga dapat lebih mudah diterima oleh generasi milenial dan generasi z, tentunya dengan tetap merujuk kepada Alquran, Sunnah, Ijma' dan Qiyas.
"MUI harus merangkul dan bekerjasama dengan para influencer baik seniman, sastrawan, budayawan dan cendekiawan muslim lainnya dalam membumikan nilai-nilai budaya Islam Indonesia kepada masyarakat. Karena justru adat dan budaya lokal yang menjadi pengikat sekaligus penguat agama Islam", sambungnya.
"Semoga konges ini mampu menjadi perekat budaya islam Indonesia di tengah arus globalisasi dan maraknya budaya asing di Indonesia. Sekaligus menjadikan pendidikan budaya sebagai alternatif dalam hegemoni modernisme masyarakat masa kini sesuai adagium 'al-muhafadzah ‘alal qadim ashshalih wal akhdz bil jadid al-ashlah' (membina budaya-budaya klasik yang baik dan terus menggali budaya-budaya baru yang lebih konstruktif)," pungkasnya.
Buya Hidayatullah usai sidang Komisi C Kongres Budaya Umat Islam Indonesia |
Kongres Budaya Islam Indonesia ini ditutup dengan beberapa rekomendasi yang dibacakan langsung oleh Wakil Sekjen MUI Pusat yang juga Wakil Ketua Umum PP PERTI Buya Pasni Rusli. Adapun acara tasyakur malam harinya turut dihadiri Ketua Umum dan Sekjen PP PERTI serta Ketua Umum PP PERWATI.
Ketum PB KMTI Muhammad Hidayatullah usai menghadiri Tasyakur Milad MUI di Sasana Kriya TMII juga menyampaikan harapannya agar MUI di usianya yang ke-48 tahun dapat terus mengoptimalisasi perannya sebagai rumah besar yang menaungi umat Islam Indonesia sesuai misi utama MUI, yaitu sebagai Khadimul Ummah (pelayan umat), Himayatul Ummah (pelindung umat), dan Shadiqul Hukumah (mitra pemerintah).
Sebagai surau dan tenda besar umat Islam Indonesia, MUI harus memposisikan dirinya dengan baik sebagai model ideal Islam wasathiyah, wadah solidaritas dan soliditas para ulama serta jembatan seluruh elemen dan komponen umat Islam Indonesia dalam meneguhkan khidmat umat dan bangsa dalam berketuhanan yang maha esa.
"Kami berharap keberadaan dan peran MUI tersebut akan semakin memberikan maslahat bagi umat dan bangsa; menjadi pelita saat gelap, menjadi penyejuk saat udara panas, menjadi api penghangat saat cuaca dingin; menjadi pemersatu di tengah perbedaan; istiqamah membimbing umat dan berdakwah bil hikmah serta menegakkan amar makruf dan nahi mungkar", imbuhnya.
MUI diketahui berdiri pada 7 Rajab 1395 Hijriah atau 26 Juli 1975 di Jakarta sebagai buah dari musyawarah ulama, zu'ama, dan cendikiawan Islam yang mewakili 26 provinsi kala itu termasuk 10 ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat yaitu NU, Muhammadiyah, PERTI, SI, Al Washliyah, Al Ittihadiyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI dan DMI serta berbagai unsur lainnya.